TUGAS
MAKALAH ISD
PEMUDA DAN
SOSIALISASI
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar
Disusun Oleh
:
BATARI WAHYU PANGESTI
EGI MAULANA
MUHAMMAD CHAERUL HAFIZ
SATRIO ARIF Z
Dosen
Pembimbing :
Mutiara, SiKom
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang
selalu dikaitkan dengan masalah nilai, hal ini merupakan pengertian idiologis
dan kultural daripada pengertian ini. Didalam masyarakat pemuda merupakan satu
identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber
insani bagi pembangunan bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat
diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Pemuda
adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan
pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi
pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat
beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman
tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan
pengembangan generasi muda.
Proses
kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan
keluarga ini merupakan proses yang disebut dengan istilah sosialisasi, proses
sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses
hingga mencapai titik kulminasi.
Pemuda
dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini
sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda
diperinci dan tersurat dengan pasti. Dilihat dari segi budaya atau
fungsionalnya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian
sebagia berikut :
· Golongan
anak : 0
– 12 tahun
· Golongan
remaja : 13 – 18 tahun
· Golongan
dewasa : 18 (21) tahun keatas
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan
lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu
:
Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih
duduk di bangku sekolah
Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi
di perguruan tinggi dan akademi
Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun
perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Sosialisasi
diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu
mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan
norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh
masyarakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sosialisasi
Pemuda
Melalui
proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan
kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan
dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana
ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya.
Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan
beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk.
Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu
melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara
berpikir kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat
dan hubungannya dengan sistem sosial.
Proses
sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial
yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan
norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada
soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh
karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang.
Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap
diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran
terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai
kedirian subyektif yang sulit dipelajari.
Ada
minimal tiga hal yang harus dilakukan agar tumbuh dan kembangnya sikap
loyalitas sosial ini yakni :
· Pertama
kita harus saling berkomunikasi baik dalam keadaan berdekatan ataupun dalam
keadaan berjauhan (tempat tinggal). Dengan komunikasi yang teratur kita akan
saling mengetahui kabar dan berita di antara kita. Sakit atau senang diantara
kita dapat dengan cepat kita mengetahuinya.
· Kedua,
sering bekerja sama menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Misalnya bergotong
royang atau melakukan arisan. Kerja sama dapat saja dilakukan dalam kelompok
kecil(minimal dua orang) atau pun dalam kelompok yang besar (yang jumlah
anggotanya banyak).
· Ketiga,
dalam kehidupan atau pergaulan sesama kita, sikap tolong menolong harus
dikembangkan. Berbagai kesulitan hidup yang kita alami pantas kita minta tolong
kepada orang lain atau teman. Begitu pula sebaliknya bila kawan kita yang
mengalami kesusahan wajib pula kita membantunya. Tentu saja dasarnya adalah
suka saling menerima dan memberi.
INTERNALISAIS
BELAJAR DAN SPESIALISASI
A. ORIENTASI MENDUA
Menurut
Dr.Malo adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat, dan
bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap
peer (teman sebaya), apakah itu di lingkungan belajar (sekolah) atau di luar
sekolah.
Sedangkan
Zulkarimen Nasution mengutip pendapat ahli komunikasi J.Kapper dalam bukunya
“The Effect of Mass Communication” mengatakan kondisi bimbang yang dialami para
remaja menyebabkan mereka menyerap informasi tanpa seleksi.
Keadaan
bimbang akibat orientasi mendua, menurut Dr. Malo juga menyebabkan remaja nekad
melakukan tindak bunuh diri. Untuk mengatasi hal tersebut Dr. Malo mengemukakan
beberapa alternatif, jalan keluar yang diambil adalah memperhitungkan peranan
peer (teman sebaya), program pendidikan yang melawan arus nilai peer, besar
kemungkinan nya tidak berhasil, penggunaan waktu luang juga diperhatikan untuk
menanggulangi masalah tersebut.
Menurut
Enoch Markum, Remaja harus diberi kesempatan berkembang dan
beragumentasi “Tidak semua yang termasuk dalam youth culture jelek”. Enoch
Markum juga melihat perbedaan antar remaja dahulu dengan sekarang. Ini
disebabkan oleh banyaknya pilihan yang kian kompleksnya masalah. Enoch Markum
hanya menawarkan 2 alternatif pemecahan, yaitu ; Mengaktifkan kembali fungsi
keluarga dan kembali pada pendidikan agama karena hanya agama yang dapat
memberi pegangan yang mantap.
B. PERAN MEDIA
MASSA
Menurut
Zulkarimen Nasution, dewasa ini tersedia banyak pilihan isi informasi.
Sementara masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa ditandai dengan beberapa ciri ;
· Pertama,
keinginan memenuhi dan menyatakan identias diri ;
· Kedua,
kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua;
· Ketiga,
Kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesame remaja.
Ciri
ciri tersebut menyebabkan kecenderungan remaja melahap semua informasi tanpa
menseleksi kembali, para tetua yang tadinya berfungsi sebagai penapis informasi
atau pemberi rekomendasi kini tidak berfungsi kembali.
C. PERLU
DIKEMBANGKAN
Arif
Gosita SH yang berbicara mengenai kecenderungan – kecenderungan
relasi orang tua dan remaja (KROR) menyatakan KROR Positif merupakan factor
pendukung hubungan orang tua dan remaja yang edukatif. Sedangkan
yang negative merupakan factor yang tidak mendukung karena bersifat destructive
dan konfrontative
Suwarniayati
Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai
penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika, dan agama seperti halnya
orang dewasa. Mereka menganggap tanggung jawab kenakalan remaja ada pada pihak
berwajib.
Kakanwil
Depdikbud DKI Jakarta DRS. E. Coldenhoff berpendapat bahwa jalur kulikuler dan
ekstra kulikuler pada hakikatnya saling menunjang dalam pembentukan karakter
kepribadian dan pengarahan pada remaja. Dari artikel diatas dapat disimpulkan
bahwa masalah kepemudaan dapat ditinjau dari 2 asumsi yaitu;
1. Penghayatan
mengenai proses perkembangan bukan sebaia suatu kontinum yang sambung
menyambung tetapi fragmentaris, terpecah – pecah, dan setiap fragmen mempunyai
artinya sendiri – sendiri.
Tidak mengherankan kalau romantisme akan
tumbuh subur dalam pendekatan ini, karena “Mahkota Hidup” adalah masa tua yang
disamakan dengan hidup bermasyarakat, maka tingkah laku anak dan pemuda tidak
lebih dari riak – riak kecil yang tidak berarti dalam gelombang perjalanan
manusia. Pendekatan klasik melihat potensi dan mekanisme pemuda sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, baik pemuda sebagai peorangan maupun pemuda sebagai
anggota kelompok dan anggota dari suatu masyarakat.
2. Posisi
pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri. Tafsiran – tafsiran klasik didasarkan
pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya. Sudah
tentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang
bersembunyi di balik tradisi.
Hal ini disebabkan oleh suatu anggapan
bahwa pemuda tidak mempunyai andil yang berarti dalam ikut mendukung proses
kehidupan bersama dalam masyarakat. Pemuda sebagai suatu objek dalam hidup,
tentulah mempunyai nilai – nilai sendiri dalam mendukung dan menggerakkan hidup
bersama. Penafsiran mengenai identifikasi pemuda seperti ini disebut sebagai
pendekatan ekosferis. Didalam proses identifikasi dengan kelompok social serta
norma – normanya itu tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok
tempat ia sedang menjadi anggota resmi. Kelompok semacam ini disebut
Membership-group, kelompok dimana ia adalah anggota. Dalam hal terakhir ia
mengidentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok di luar membership-groupnya
kelompok tempat identifikasi dirinya disebut juga reference-group. Jadi
reference-group merupakan kelompok yang norma- normanya, sikap-sikapnya, dan
tujuannya sangat ia setujui, dan ia ingin ikut serta dala arti bahwa ia senang
kepada kerangka norma, sikap, dan tujuan, yang dimiliki kelompok tersebut.
PEMUDA DAN INDENTITAS
· Pemuda
adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan,
terutama dari generasi lainnya.
· Proses
sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan
diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya.
a) PEMBINAAN
DAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA
· Pola
Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor: 0323/U/1978 tanggal 28 Oktober 1978.
· Disusun
berlandaskan:
1.) Landasan idiil : Pancasila
2.) Landasan
konstitusional : Undang-Undang
Dasar 1945
3.) Landasan
strategis : Garis-garis
Besar Haluan Negara
4.) Landasan
historis :
Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5.) Landasan
normatif :
Etika, tata nilai dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.
· Pembinaan
dan Pengembangan Generasi Muda menyangkut dua pengertian pokok, yaitu:
a.) Generasi muda
sebagai subyek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah memiliki
bekal-bekal dan kemampuan serta landasan untuk dapat mandiri dalam
keterlibatannya secara fungsional bersama potensi lainnya, guna menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi bangsa dalam rangka kehidupan berbangsa dan
bernegara serta pembangunan nasional.
b.) Generasi muda
sebagai obyek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang memerlukan pembinaan
dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan-kemampuannya ke
tingkat yang optimal dan belum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara
fungsional.
b) MASALAH DAN
POTENSI GENERASI MUDA
1.) Permasalahan
Generasi Muda:
Ø Dirasa menurunnya jiwa
idealisme, patriotisme dan nasionalisme.
Ø Kekurangpastian yang dialami
oleh generasi muda terhadap masa depannya.
Ø Belum seimbangnya antara
jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia baik formal
maupun non formal.
Ø Kurangnya lapangan
kerja/kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran di kalangan
generasi muda.
Ø Kurangnya gizi yang dapat
menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan.
Ø Masih banyaknya perkawinan
dibawah umur.
Ø Pergaulan bebas.
Ø Meningkatnya kenakalan remaja.
Ø Belum adanya peraturan
perundangan yang menyangkut generasi muda.
2.) Potensi-potensi
Generasi Muda/Pemuda
Ø Idealisme dan daya kritis.
Ø Dinamika dan kreatifitas.
Ø Keberanian mengambil resiko.
Ø Optimis dan kegairahan semangat.
Ø Sikap kemandirian dan disiplin
murni.
Ø Terdidik.
Ø Keanekaragaman dalam persatuan dan
kesatuan.
Ø Patriotisme dan nasionalisme.
Ø Sikap kesatria.
Ø Kemampuan penguasaan ilmu dan
teknologi.
· Sosialisasi
adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri,
bagaimana bertindak dan berfikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
· Proses
sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga.
· Cohen (1983)
menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting ialah keluarga,
sekolah, kelompok sebaya dan media masa.
· Proses
sosialisasi berlangsung secara formal ataupun informal.
· Secara
formal, proses sosialisasi lebih teratur dan sistematis.
· Sedangkan
secara informal, proses sosialisasi ini bersifat tidak sengaja.
c) TUJUAN
POKOK SOSIALISASI ADALAH:
Ø Individu harus diberi ilmu
pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
Ø Individu harus mampu
berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
Ø Pengendalian fungsi-fungsi
organic yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
Ø Bertingkah laku selaras dengan
norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok
khususnya dan masyarakat umumnya.
PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
A. MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA
Ada
2 pertanyaan yang muncul pada abad ke 21, abad dimana banyaknya generasi muda
yang dengan perkiraan umur 17 tahunan. Ke 2 pertanyaan itu adalah: Apakah
generasi muda telah mendapatkan pendidikan yang baik sebagai modal untuk
pembangunan? Apakah telah merata pendidikan formal dan non-formal pada
negara-negara yang berkembang?
Negara-negara
yang sedang berkembang pada kenyatannya sering merasakan kurangnya tenaga kerja
yang trampil untuk mengisi lowongan-lowongan khusus yang juga membutuhkan
keterampilan khusus. Hal ini sangat dirasakan ketika negara berkembang
mempunyai ambisi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber alam mereka, baik
eksplorasi dan eksploitasi yang berlokasi di darat atau laut. Hal ini juga
membuat susah para generasi muda untuk mendapatkan pekerjaan, Organisai Buruh
Internasional menerbitkan sebuah studi di website yang mereka punyai, hasil
studi tersebut menyebutkan bahwa kurangnya pendidikan yang tinggi membuat
jutaan pemuda susah mendapatkan pekerjaan di negara berkembang. Tak bisa kita
pungkiri bahwa dibutuhkannya edukasi yang cukup untuk mengisi lowongan
pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus.
Di
negara maju seperti Amerika Serikat, Britania Raya, Jepang, dan Singapur sangat
mengapresiasi generasi muda dengan memberikan banyak kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan serta potensi dan ide yang mereka punya. Intstitut
Teknologi Massachusetts (MIT) Universitas Oregon dan Universitas Carnegie
Mellon (CMU) pada tahun 1973 di Pittsburg, Pennsylvania, telah membuat proyek
bersama berjangka waktu 5 tahunan yang melibatkan 600 mahasiswa dan 55 anggota
fakultas yang diwadahi National Science Foundation (NSF). Lebih dari dua lusin
produk, proses atau pelayanan baru telah dipasarkan dan mencipatkan hampir 800
pekarjaan baru dan memperolah hasil sebesar $46,5 Juta.
Di
Indonesia, pembinaan di terapkan sedini mungking sejah SMP/SMA.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sering mengadakan lomba karya ilmiah.
Ternyata minat generasi muda untuk mengikuti lomba tersebut sangat besar, pada
setiap tahunnya jumlah peserta lomba terus bertambah. Pada usia yang sangat
belia mereka mampu membuat sebuah karya ilmiah yang cukup membuat kagum
cendikiawan muda.
Pembinaan
potensi pada tingkat perguruan tinggi lebihbanyak di fokuskan pada pada
pendidikan formal. Mereka dibina dan digembleng di laboratorium dan kesempatan
praktek lapangan. Kita bisa menilai bahwa, kaum muda sangat sanga amat berharga
karena mereka sumber pembangunan masyarakat dan bangsa. Sudah seharusnya mereka
diberikan perhatian khusus.
B. PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tak
bisa disangkal bahwa kulaitas sumber daya manusia ada lah factor yang sangat
menentukan dalam pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka setiap orang
harus terlibat secara aktif dalam proses pembangunan.
Arti penting pendidikan ialah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagai syarat utama pembangunan.
Bangsa yang sukses adalah bangsa yang tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila
telah memenuhi minimum jumlah dan mutu dalam pendidikan penduduknya.Indonesia
menghadapi kenyataan untuk melakukan segala usaha keras “mencardaskan kehidupan
bangsa”. Presentasi jumal penduduk yang masih buta huruf mencapai 40%.
Masalah
pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi membentuk manusia
yang mempunyai skill agar dapat membangun bangsa. Rendahnya
produktivitas rata-rata penduduk, banyknya jumlah pencari kerja, “Under
Utilized Population”, kurangya semangat berwirausaha, merupakan hal yang harus
diperhatikan.
Jika
dibandingkan dengan sektor lain, pendidikan adalah sector yang sangat cepat
kemajuannya, kalau tidak didalam aspek kualitatif, setidaknya dalam aspek
kuantitatif, sektor tersebut telah mencapai hasil yang bisa dibanggakan. Jumlah
remaja yang dapat ditampung dalam pendidikan formal melonjak tinggi, tetapi
juga semakin besar jumlah dari mereka yang mempunayi kesempatan untuk dapat
pendidikan non formal dengan berbagai keahlian.
Walaupun
pada saat ini system pendidikan mulai dikelola secara lebih terbuka dan
memungkikan diterpakannya inovasi teknologi dan walaupun anggaran kependidikan
semakin hari semakin bertambah, nampaknya persoalan yang ridak mudah diatasi.
Demokrasi bidang pendidikan, adalah masalah sehari-hari yang dihadapi
pemerintah.
Dalam arti inilah, maka pembicaraan tentang
generasi muda, khususnya yang berkesempatan belajar dipendidikan tingga menjadi
penting kerena berbagai hal;
· Pertama, pengetahuan
yang luas haruslah perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat
secaran nasional.
· Kedua,
Mahasiswa mendapatkan proses sosialisasi terpanjang, melalui berbagai mata
pelajaran seperti PMP, Sejarah, dan Antropologi maka berbagai masalah
kenegaraan dan kemasyarakatan harus diketahui
· Ketiga,
bersatunya mahasiswa dari berbagai etnis dan suku harus dapat bersatu agar
masyarakat mampu melihat Indonesia secara keseluruhan
· Keempat, mahasiswa
sebagai kelompok yang akan memasuki susunan kekuasaan, struktur perekonomian,
dan prestise dalam masyarakat. Mempunyai latar belakang pendidikan yang
lebih baik, sudah jelas bahwa mahasiswa harus berpandangan lebih luas dan jauh
ke depan serta mampu berorganisasi yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut George Herbert Mead, sosialisasi
yang dialami seseorang dapat dibedakan dalam tahap-tahap sebagai berikut :
tahap persiapan (preparatory stage), tahap meniru (play stage), tahap siap
bertindak (game stage), dan tahap penerimaan norma kolektif (generalized
stage).
Tujuan pokok sosialisasi adalah individu
harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan
kelak di masyarakat, individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannya, pengendalian fungsi-fungsi organic yang dipelajari
melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat, dan bertingkah laku secara
selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga
atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umumnya.
Peranan pemuda dalam pembangunan masyarakat
adalah sebagai agent of change, agent of development, dan agent of
modernization. Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu
dikembangkan adalah idealisme dan daya kritis, dinamika dan kreativitas, dan
keberanian mengambil resiko.
Pengembangan potensi tersebut dapat dimulai
dari lingkungan keluarga, orang tua dapat mengembangkan potensi anak mereka
sejak berusia balita, orang tua dapat mengarahkan apa dan kemana potensi yang
dimiliki oleh anak mereka sehingga lahirlah generasi muda yang memiliki potensi
sesuai minat masing-masing anak.
Masalah-masalah generasi muda diantaranya
adalah menurunnya jiwa nasionalisme, kekurangpastian yang dialami oleh generasi
muda terhadap masa depannya, belum seimbangnya antara jumlah generasi muda
dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, tingginya jumlah putus sekolah,
kekurangan lapangan kerja, kurangnya gizi yang menghambat perkembangan
kecerdasan, banyaknya perkawinan dibawah umur, penyalahgunaan obat narkotika
dan zat adiktif, masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang, pergaulan
bebas diantara muda-mudi yang menunjukkan gejala penyimpangan perilaku (deviant
behavior), masuknya budaya barat (westernisasi culture), dan masih
merajalelanya kenakalan remaja.
Faktor penyebab permasalahan pemuda adalah
kurang dalam mengendalikan diri, kurang masa bersama keluarga, dan masalah
ekonomi keluarga.Usaha menanggulangi permasalahan pemuda dapat dilakukan oleh
lingkungan terutama pendekatan oleh keluarga dan pendidikan.