• PROGRAMMER SITE

    Mau belajar program? yuk belajar bareng di blog ini

  • TEHNIK INFORMATIKA

    Belajar seputar tehnik informatika? BISA!!!

  • BELAJAR UMUM

    Tidak hanya program dan seputar tehnik informatika, disini banyak sekali wawasanya

Wednesday, May 3, 2017

Tentang Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun. selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Mulai Bersekolah dan Menjadi Wartawan
Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita sakit ketika itu.Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan semangat anti kolonial. Seperti yang ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker :
..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.
Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu yang mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga mendapat protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang kini ketiganya dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di Belanda oleh pemerintah Kolonial.
Masuk Organisasi Budi Utomo
Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo ia berperan sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal.
Di pengasingannya di Belanda kemudian Ki Hadjar Dewantara mulai bercita-bercita untuk memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. ia
berhasil mendapatkan ijazah pendidikan yang dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi di belanda. Ijazah inilah yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang akan ia buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Biografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan Indonesia

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita keturunan bangsawan yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman, Yogyakarta. Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram. Selama di pengasingannya, istrinya selalu mendampingi dan membantu segala kegiatan suaminya terutama dalam hal pendidikan.
Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa
Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.
Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara
Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia yaitu :
  • Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh).
  • Ing madyo mangun karso, (di tengah memberi semangat).
  • Tut Wuri Handayani, (di belakang memberi dorongan).
Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara
Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini dikenal dengan nama Menteri Pendidikan. Berkat jaa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.
Biografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan Indonesia
Selain itu ia juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai Pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan tanggal kelahiran beliau yakni tanggal 2 Mei diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hadjar Dewantara Wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah kedalam uang pecahan sebesar 20.000 rupiah.
Share:

Ringkasan Buku Kartini

DATA BUKU
Judul Buku: KARTINI, sebuah Biografi
Penulis: Sitisoemandari Soeroto
Penerbit: PT GUNUNG AGUNG
Cetakan: ke-4, 1983
Tebal: XXIII + 493 halaman
ISBN: –
Buku ini mengisahkan tentang riwayat hidup R.A. Kartini dari lahir, meninggal, serta setelah meninggalnya, dengan bersumber dari wawancara, riset, dan buku-buku surat Kartini.
R.A. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879. Ia memiliki dua ibu, garwa padmi R.A. Moerjan (yang adalah istri utama yang mendampingi suaminya di acara-acara resmi), dan garwa ampil M.A. Ngasirah (istri pertama tapi bukan utama dan ibu kandung Kartini), yang adalah istri lain yang dinikahi secara sah. Ayah mereka, yang merupakan bupati Jepara, tidak membedakan antara anak garwa ampil dan garwa padmi. Hanya saja, ia mendiskriminasikan antara anak perempuan dan anak lelaki, sesuai adat zaman itu. Kartini akrab dengan dua adiknya, R.A. Roekmini dan R.A. Kardinah. Mereka sering disebut tiga saudara atau Tiga Serangkai.
Pada usia 12 ½ tahun, Kartini masuk pingitan seperti gadis-gadis seusianya, dikurung dalam kabupaten. Hal itu merupakan tradisi yang tak bisa dibantah. Dalam masa awal pingitan, yang dikatakan Kartini seperti di neraka, tiap malam ia membasahi bantal dan guling di tempat tidurnya dengan air mata.Lama kelamaan Kartini menyadari menangis juga tiada gunanya. Ia mulai mengupas pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya. Mengapa perempuan harus dipingit dan laki-laki diperbolehkan sekolah? Setelah menyelidiki ia menemukan musuh terbesarnya: poligami. Pada awalnya, selama 4 tahun ia dipingit seorang diri (1892-1896), kemudian ditambah dua tahun lagi, tetapi bersama Roekmini, lalu disusul Kardinah.
Ketiganya dibebaskan lagi pada tahun 1898. Mereka mulai berusaha mewujudkan impian mereka sewaktu di pingitan; mendirikan sekolah untuk wanita. Sekitar tahun 1900 Kartini dan kedua adiknya mendapat izin untuk belajar di Batavia dengan subsidi yang disetujui pemerintah, lewat bantuan keluarga J.H. Abendanon. Tn. Abendanon mengirim surat pada bupati Japara, ayah Kartini, untuk meminta keterangan yang diperlukan. Tetapi balasannya mengejutkan, Bupati Japara menarik kembali izinnya! Balasan itu benar-benar pukulan besar baik bagi Abendanon, sebab usaha kerasnya mengusahakan subsidi sia-sia, maupun Kartini sendiri. Diduga, Kartini sangat sedih sampai tidak sadarkan diri, seperti isi suratnya kala itu.
Pada Januari 1902, salah satu dari tiga serangkai, Kardinah, menikah dan mereka berpisah. Setelah hal itu Kartini dan Roekmini mengajukan permohonan supaya dapat bersekolah ke Belanda lewat Ir. Van Kol, yang disetujui Parlemen Belanda. Orangtua mereka menyetujui dengan mudahnya keinginan mereka. Justru Tn. dan Ny. Abendanon-lah yang berusaha menghalang-halangi Kartini dan adiknya untuk belajar di Belanda. Awalnya Kartini tidak tergoyahkan, tapi suami-istri Abendanon juga tidak menyerah.
Suatu hari Abendanon datang ke kediaman Kartini. Ia mengajak Kartini ke pemandian Klein Scheveningen, tempat yang berkenangan besar akan masa kecil Kartini. Entah bagaimana cara bicaranya cara mengemukakan alasan-alasannya, namun Abendanon berhasil membelokkan kemauan Kartini, sehingga meskipun dengan hati berat ia mau juga melepaskan niatnya untuk pergi ke negeri Belanda. Kartini dan Roekmini akhirnya mengajukan permohonan untuk belajar ke Batavia pada Gubernur Jenderal, dan sambil menunggu jawaban, atas perkataan Abendanon di Klein Scheveningen, mereka mendirikan sekolah yang sebenarnya tidak sesuai dengan keinginan Kartini.
Ketika sedang menunggu jawaban, Kartini dilamar oleh Bupati Rembang, R.M.A.A. Djojoadiningrat. Kartini terkejut, mengapa ada penghalang lagi dalam perjalanannya. Orangtuanya, terutama ayahnya yang sangat senang langsung menggambarkan Bupati Rembang sebagai seorang yang baik dan progresif, seorang duda yang memiliki enam orang anak yang masih kecil. Setelah pertimbangan yang cukup berat, ia memutuskan untuk menerima lamaran sang bupati. Setelah itu, ia mengetahui bahwa permohonannya untuk belajar ke Batavia bersama Roekmini diterima, tapi sia-sia saja. Ia telah menerima lamaran Bupati Rembang dan Roekmini tak mungkin berada di Batavia seorang diri. Tetapi, ia tidak menyesali nasibnya dan mengajukan permohonan pada Tn. dan Ny. Abendanon agar subsidi yang telah diusahakan mereka diberikan saja pada orang, yang bahkan belum dikenal serta dilihat Kartini dan hanya diketahui namanya saja, yaitu Agoes Salim.
Kartini tidak menyangka, ternyata dalam pernikahannya, ia menghadapi musuh terbesarnya sejak pingitan: poligami. Bupati Djojoadiningrat sudah memiliki tiga garwa ampil. Meski begitu, Kartini menjalankan pernikahannya tanpa mengeluh. Ia merawat tiap anak-anak tirinya dengan ikhlas.
Kartini sempat sakit saat mengandung anaknya. Anaknya lahir tanggal 13 September 1904, dinamai R.M. Singgih, kemudian diganti menjadi R.M. Soesalit. Kemudian 4 hari setelah melahirkan anaknya, tepatnya tanggal 17 September 1904, ia meninggal. Setahun setelah perginya Kartini, ayahnya Bupati Sosroningrat, pada tanggal 21 Januari 1905 menyusul putri tersayangnya ke alam baka.
Kabar meninggalnya Kartini didengar keluarga Abendanon sebelum mereka pindah kembali ke Belanda. Abendanon, yang berhasil menghalang-halangi Kartini belajar ke Belanda, merasa bersalah telah merebut impian terbesar Kartini. Untuk menebus kesalahannya, ia akan berusaha mewujudkan cita-cita Kartini dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk para gadis Jawa dan sebagai penghormatan tinggi kepada Kartini, ia akan menerbitkan surat-surat Kartini sebagai buku. Maka demikian terbitlah buku Door Duisternis Tot Licht (Melalui Alam Gelap menuju Dunia Terang).
Kartini bukan hanya seorang pejuang emansipasi wanita. Ia juga seorang yang memiliki jiwa nasionalisme, rendah hati, dan keadilan. Sebab itu buku ini sangat disarankan untuk dibaca kaum muda, agar mengetahui bagian hidup R.A. Kartini yang belum didengar. Sebab menurut penulisnya sendiri, biasanya cerita tentang pahlawan emansipasi ini sudah melenceng dari aslinya.
Dalam buku ini nilai yang dapat kita ambil berdasarkan kumpulan surat-surat yang dibuat oleh R.A Kartini diantaranya :
- Jadilah orang yang selalu ingin tahu apa yang kita dapatkan dari sebuah ilmu itu, tidak hanya menerima saja tetapi kita harus kembangkan dan harus bisa mengetahui makna dibalik sebuah ilmu yang telah kita pelajari.
- Jadilah manusia yang selau berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa.
-  Selalu berjuang untuk mewujudkan cita-cita yang telah kita inginkan.
- Kita juga dapat mengetahui seperti apa sosok R.A Kartini dan bagaimana perjuangan beliau semasa hidupnya, dimana perjuangan beliau mewujdukan pendidikan dan memajukan wanita indonesia, berdasarkan surat-surat yang beliau tuliskan kepada teman-temannya di Eropa.
Share:

Copyright © Welcome To My blog | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com